Khutbah Idul Fitri 1443 H.
Implempentasi
Nilai-Nilai Puasa dalam Membangun Umat, Bangsa dan Negara
السلام عليكم ورحمة الله وبركاتهْ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، وَلِلهِ
الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ
اللهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَرَحْمَتُهُ الْمُهْدَاةُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ
وَبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أما بعد، فَأُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى
اللَّهِ، قَالَ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ) (البقرة:222)
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat I’d
yang Sama Berbahagia
Alhamdulillah, segala pujian dan syukur hanya
kepada Tuhan yang Maha Suci dan Maha Berkehendak segala sesuatu, Tuhan yang
telah menyariatkan Puasa buat umat manusia sebagai wahana tarbiyah umat manusia untuk pmenjaga harkat
dan martabatnya (ahsanul taqwiim: sebaik-baiknya ciptaan). Gambaran
manusia sebagai ahsanul taqwiim ada pada diri Rasulullullah Muhammad
Saw., yang patut dijadikan sebagai uswah hasanah (contoh yang baik)
dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Manusia yang memiliki jiwa yang bersih,
jiwa kasih sayang tanpa pilih kasih dari latar belakang perbedaan kaya-miskin,
perbedaan suku, agama, dan bangsa. Manusia yang mampu membagun jiwa manusia
dari yang biadab menjadi beradab, membangun masyarakat dari yang sering
bertengkar menjadi akur dan bersatu, dari bangsa yang tertinggal menjadi bangsa
yang maju dan berkembang. Manusia yang cinta kepada beliau akan senantiasa
bershalawat dan salam atas kehadirannya di atas bumi ini sebagai : رحمة للعا لمين
Kaum muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat I’d
yang Sama Berbahagia
Lantunan takbir yang dimulai sejak semalam dan
sampai pada hari ini merupakan suatu tanda bahwa Ramadhan 1443 H. telah
meninggalkan kita semua; semoga Ramadhan meninggalkan bekas dalam jiwa; sikap
ketaatan dan ketundukan, sikap keikhlasan dan ketulusan, sikap kejujuran dan
kedermawanan, sikap berlapang dada dan toleran, dan muarahnya adalah menjadi
manusia muttaqiin (manusia yang takut melanggar norma-norma Tuhan yang
berlaku di bumi ini). Sikap inilah yang diajarkan Ramadhan kepada kita semua
agar dapat menjadi landasan dalam membangun umat, bangsa, dan negara. Apabila
Ramadhan telah berulang kali mendatangi kita-lalu sikap-sikap itu tidak
tertanam dalam jiwa, maka perlu dipertanyakan bagaimana cara pelaksanaan ibadah
puasa kita dalam bulan suci Ramadhan ? apakah telah memenuhi petunjuk
Rasulullah Saw., ataukah hanya sekedar menggugurkan kewajiban ataukah hanya
sekedar rutinitas tahunan belaka.
الله اكبر-الله اكبر-الله
ا كبرولله الحمد
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat I’d yang Sama Berbahagia
Seorang hamba, sikap ketaatan dan ketundukan
kepada Tuhannya merupakan eksistensi seorang hamba, karena nanti dikatakan
hamba jika taat dan patuh apa yang diperintahkan Tuhannya. Hanya dengan sikap
ketaatan dan ketundukan manusia dapat melaksanakan perntah Tuhannya dengan
ikhlas dan konsisten (istikamah), termasuk dalam melaksanakan ibadah puasa.
Ketundukan dan ketaatan kepada Allah Swt., Tuhan sendiri yang memerintahkan
dalam kitab manualnya, di antaranya yang terdapat dalam QS. An-Nisa/3: 59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
{59} [النساء]
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59).
Prof. Wahba Suhaili (Ahli Tafsir & Fiqih)
mendeskripsikan ayat ini bahwa ketaatan kepada Allah Swt., sesuai apa yang
termaktub dalam al-Qur’an, ketaatan kepada Rasulullah Muhammad Saw., sesuai
dengan tuntunan Sunnah, ketaatan kepada pemimpin apabila tidak bertentangan
dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Sikap taat dan patuh terhadap atauran yang
telah ditetapkan oleh Allah, Rasul-Nya, dan kepada pemimpin sangat dibutuhkan
dalam kehidupan ini untuk meraih kemaslahatan dunia-akhirat. Oleh karena pada
dasarnya apa yang diperintahkan atau apa yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
dan para pemimpin itu juga untuk
kemaslahatan kita semua. Secara sederhana dapat dirumuskan untuk mencapai
kemaslahatan dan keselamatan dunia-akhirat “kerjakan apa yang diperintahkan
Allah dan Rasul-Nya dan jauhi apa yang dilarangnya, itulah jalan keselamatan”.
الله اكبر-الله
اكبر-الله ا كبرولله الحمد
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat I’d
yang Sama Berbahagia
Sikap selanjutnya yang diajarkan Ramadan
sebagai bulan tarbiyah adalah sikap keikhlasan dan ketulusan. Manusia sering
mengalami kekecewaan dalam kehidupan ini, karena belum tertanam dalam jiwanya
sikap ikhas dan tulus. Apabila melakukan sesuatu didasari dengan keikhlasan dan
ketulusan apapun hasilnya tidak membuat kita kecewa dan stres. Pekerjaan apapun
yang kita jalani terasa ringan dan akan melahirkan rasa cinta terhadap
pekerjaan tersebut. Tumbuhnya rasa cinta terhadap pekerjaan yang kita jalani
adalah sebagai landasan untuk bersungguh-sungguh dan berusaha semaksimal
mungkin untuk memberikan yang terbaik. Berbuat atau melakukan sesuatu oleh
karena ada “U” di balik “B”, atau selalu berpikiran apa yang saya dapat dalam
pekerjaan ini, tapi tidak berpikiran apa yang saya bisa persembahkan untuk negeri
tercinta ini. Pentingnya sikap ikhlas dan tulus telah dideskripsikan dalam Qs.al-An’am/ :162:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah
(Muhammad): ”Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan seluruh alam (Qs. Al-An’am/
: 162)
Ayat tersebut
memberikan tekanan kepada umat manusia bahwa segala aktivitas ibadah, bahkan
hidup dan matinya hanya semata tulus dan ikhlas karena Allah Swt.. Oleh karena,
diri ini hanya “diadakan” sebelumnya tiada; jiwa dan raga ini adalah milik-Nya;
kapan Dia mau mengambil-Nya, maka tidak ada yang mampu menahan-Nya. Maka sangat
naiplah jika ada manusia yang berjalan di muka bumi ini dengan congkak dan
sombong, berarti ia lupa tentang eksistensi dirinya di muka bumi ini sebagai
makhluk yang tak punya apa-apa. Ketulusan dan keikhlasan dalam melaksanakan
ibadah hal ini juga ditekankan Prof. Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah
ketika menafsirkan nasaka/nusuk, bahwa ibadah disebut dengan nusuk untuk
menggambarkan bahwa ibadah seharusnya suci, murni dilaksanakan dengan penuh
keikhlasan karena Allah Swt., tidak tercampur sedikitpun oleh selain keikhlasan
kepada-Nya.
Ketulusan dan
keiklhalasan sangat diperlukan dalam membangun umat, bangsa dan negara. Orang
tua dulu berpesan; “Tellu ritu riapparentang riakkarungengnge, mula mulanna
riaparentai sibawa cenning ati, maduanna riparentai sibawa siri', matelluna riparentai
sibawa tau'na. (Ada tiga jenis
perintah dalam jabatan, permulaannya diperintah dengan ketulusan hati, kedua
diperintah dengan mengingat harga diri, ketiga diperintah dengan rasa
takut/taat).
الله اكبر-الله
اكبر-الله ا كبرولله الحمد
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat I’d
yang Sama Berbahagia
Selanjutnya, permata manusia hidup di dunia
ini adalah kejujuran dan kedermawanan; bulan suci Ramadhan melatih dan mendidik
kita untuk jujur dan dermawan; oleh karena apabila kita tidak jujur bisa saja masuk
kamar atau sembunyi untuk makan dan minum pada saat puasa. Kejujuran bisa
tumbuh dalam diri jika senantiasa kita merasa diawasi atau dilihat Allah Swt.,
apapun yang kita lakukan. Dalam melihat realitas sekarang ini, banyak manusia
yang tercerabut nilai kejujuran dalam dirinya demi memenuhi syahwat perut dan
syahwat di bawah perut. Buya Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar ketika
menafsirkan ayat puasa (Qs. Al-Baqarah/2: 183), bahwa ada dua syahwat yang bisa
menjatuhkan martabat dan harkat manusia, yaitu syahwat perut dan syahwat di
bawah perut. Apabila melihat kasus-kasus sekarang ini, yang menimpa para
pejabat atau manusia pada umumnya berkutat pada ketidakmampuan untuk memenej
atau menahan kedua syahwat tersebut. Puasa hadir atau disyariatkan puasa menurut
Buya Hamka adalah di antaranya untuk mengelola
kedua syahwat tersebut dengan bentuk pengedalian diri. Jadi inti puasa adalah
pengendalian diri, terutama terhadap ke dua syahwat tersebut.
Sikap kejujuran dalam diri salah satu fungsinya adalah untuk mengelola syahwat
perut dan syahwat di bawah perut; kita tidak akan mengambil atau memakan kalau
bukan hak kita, senantiasa akan selektif dan hati-hati terhadap apa yang
diberikan kepada keluarga untuk dikonsumsi dan dipakai. Sedang kedermawanan
adalah prisai diri untuk melindungi dari sikap rakus dan tamak, sikap yang
menumbuhkan tali kasih antar sesama, yang menghilangkan jarak antara si kaya
dan si miskin, sikap yang dapat meredam kecemburuan sosial dalam masyarakat.
Sikap kejujuran dan kedermawanan sangat dibutuhkan dalam membangun bangsa dan
negara. Begitu pentingnya sikap jujur
sehingga Allah Swt., dalam al-Qur’an mengaitkannya dengan sikap taqwah seperti
yang terdapat dalam Qs. Al-Ahsab/33:70-71:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيمًا (71
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu
kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki
bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa
menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan
yang besar. (QS. Al Ahzab/33: 70-71).
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini bahwa
Allah Swt., memerintahkan kepada orang-orang yang beriman senantiasa bertaqwah
kepada-Nya dan mengucapkan perkataan yang benar, yang jujur, tidak bengkok,
tidak pulah menyimpan. Sejalan dengan
ini orang tua kita punya pesan tentang indikator/ciri-ciri orang-orang yang jujur:
Eppa'i gau'na to malempu'e. Mula mulanna
riasalaiwi maddampeng, maduanna riparennuwangiwi tennacekka risanresiwi tenna
pabelleyang, matelluna temmangowai engnge yania elo'na/anunna, maeppa'na
tennasenna deceng narekko alenamna podecengengngi, iyami naseng deceng nakko
massamai decenna.
Ada empat perbuatan orang jujur. Permulaannya
dimaafkan orang yang bersalah padanya, kedua tidak culas bila diharapkan tidak
goyah/mungkir bila disandari/diharapkan, ketiga tidak rakus kepada yang bukan
haknya, keempat belum dianggap kebaikan apabila hanya tertuju kepadanya
sendiri, baru dianggap kebaikan apabila sudah menyeluruh kepada rakyat.
الله اكبر-الله
اكبر-الله ا كبرولله الحمد
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat I’d
yang Sama Berbahagia
Nilai puasa selanjutnya yang perlu diterapkan
dalam membangun umat, bangsa, dan negara adalah sikap lapang dada dan toleran.
Bangsa Indonesia adalah masyarakat majemuk dari suku, bahasa, adat-istiadat,
agama, dan paham keagamaan. Indonesia terdiri dari 1.331 suku, 652 bahasa
daerah yang berbeda, 6 agama yang diakui, dan belum teridentifikasi jumlah paham keagamaan khususnya umat Islam
yang ada di Indonesia. Hidup dalam keberagaman sangat rentang dengan perpecahan;
untuk itu diperlukan suatu formula yang dapat merekatkan rasa persatuan dan
kesatuan. Melihat fenomena sekarang ini, bangsa kita diancam berbagai
perpecahan yang diakibatkan ketidak lapangan dada dalam menerima perbedaan;
perbedaan pilihan politik setiap Pemilu menimbulkan gesekan horizontal antar
masyarakat. Perbedaan paham keagamaan telah beberapa kasus pembakaran rumah
ibadah dan pembubabaran kelompok pengajian. Pertikaian atas nama suku masih
terngiang diingatan kita antara suku asli (Dayak) di Kalimantan Tengah dengan
suku pendatang Madura (18/2/2001) yang banyak menelan korban 500 orang
meninggal dan 100.000 suku Madura kehilangan tempat tinggal, dan berbagi
konflik lainnya atas nama SARA.
Puasa mengajarkan agar kita tidak memiliki
sikap pemarah dan benci; marah dan benci adalah sikap yang diakibatkan karena
tidak berlapang dada menerima keadaan yang terjadi; tidak mampu mengendalikan
diri. Sikap marah dapat menimbulkan kerugian pada diri sendiri dan orang lain,
Islam telah mengajarkan lewat puasa agar dapat mengendalikan diri dengan
memaafkan kesalahan orang lain. Hal ini terdeskripsikan
dalam Qs. Ali Imran/3:133-134:
وَسَارِعُوٓا۟
إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ
وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ
وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan." (Qs. Ali Imran/3: 133-134).
Terkait dengan konteks mengadapi kesalahan
orang lain, Qurais Shihab memberikan penjelasan pada saat menafsirkan وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ bahwa ada tiga tingkatan atau sikap manusia; pertama, manusia
yang mampu menahan amarahnya, kedua, manusia yang memberikan maaf, dan
tingkatan yang tertinggi adalah manusia yang mampu memaafkan dan berbuat baik
kepadanya. Dalam realitasnya di masyarakat orang yang suka marah dianggap
“jago” atau menganggap dirinya jago, pada hal Rasulullah Saw., memberikan
deskripsi seperti yang termaktub dalam Al-Hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، قال: "لَيْسَ
الشَّدِيدُ بِالصُّرُعة، وَلَكِنَّ الشَّدِيدَ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ
الْغَضَبِ
"Dari
Abu Hurairah RA, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang yang kuat itu
bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan
dirinya di kala sedang marah." (HR Bukhari dan Muslim)
الله اكبر-الله
اكبر-الله ا كبرولله الحمد
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat I’d yang Sama Berbahagia
Bulan Ramadahan 1443 H. telah meninggalkan
kita semua, semoga nilai-nilai yang terkandung dalam puasa dapat tertanam dalam
jiwa; keimanan yang kuat, ketaatan dan
ketundukan terhadap aturan yang ada, sikap jujur dan kedermawanan serta
kelapangan dada dan sikap toleran terhadap perbedaan sangat dibutuhkan dalam
membangun umat, bangsa dan negara. Kecintaan
kepada umat, bangsa dan negara kita harus tanamkan dalam hati dengan menjaga
dan mempersembahkan yang terbaik . Bukan malahan sebaliknya, kita berpikir
“keuntungan apa yang saya dapat dari umat, bangsa dan negara”. Hadratul Syekh
KH. Hasyim Ashari pendiri Nahdhatul Ulama (NU) yang mengumandangkan jihad
untuk mengusir penjajah dari tanah air,
dan mengajarkan bahwa hubbul wathan minal iman (cintah kepada tanah air
adalah bagian dari iman).
Pada hari ini, setelah kita melalui tarbiyah (pendidikan) satu
bulan pada bulan suci Ramadhan sebagaimana lazimnya seorang anak sekolah atau
mahasiswa diakhir pendidikannya mereka akan diwisuda. Tentu anak sekolah atau
mahasiswa tersebut mendapatkan nilai atau derajat yang berbeda-beda; anak yang
tekun dan bersungguh-sungguh belajar, tentu akan mendapatkan nilai yang baik,
begitupun sebaliknya anak yang tidak tekun dan bersungguh-sungguh belajar
mendapat nilai atau derajat yang rendah. Begitupun kita pada hari ini, kita
diwisuda setelah melalui tarbiyah di
bulan suci Ramadhan semoga kita mendapatkan derajat muttaqin “kayaumi
waladath ummuhu”(suci seperti anak yang baru dilahirkan ibunya). Sebagaiman
yang disampaikan Rasulullah Saw., lewat sabdanya:
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah
mewajibkan puasa Ramadhan dan aku telah mensunnahkan menegakkan shalatnya
(terawih) , maka barangsiapa berpusa dan menegakkannya mengharapkan ridho Allah
SWT keluar dari dosa-dosanya seperti hari ibunya melahirkannya. (HR. Imam
Ahmad/1572, Nasai /2180,Ibnu Majh/ 1318.).
Kesucian seorang hamba dapat dilihat dari dua segi, suci dosa
kepada Sang Khalik (Allah Swt.) dan suci dosa kepada sesama makhluk. Kemudian
kesucian dosa kepada Allah Swt., agak lebih mudah kita diampuni; setelah kita istigfar dan berjanji dalam hati
tidak mengulanginya lagi, insyaa Allah dosa kita telah diampuni, tapi kesucian
dosa kepada sesama makhluk sedikit lebih sulit kita diampuni, karena harus
mengakui langsung kesalahan apa yang kita lakukan dan meminta maaf kepadanya. Peluang dosa terbesar seorang hamba yang
dilakukan adalah dosa terhadap orang tua; bapak/Ibu hadirin sekalian jika kita
Bersama orang tua kita pada hari ini, maka jabat tangan dan peluk dia, cium dan
minta ridha maafnya, jika jauh di kampung halaman sana, maka tidak ada orang
yang pertama kita telephon dan minta maafnya adalah orang tua kita. Rasulullah
Saw., bersabda:
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ رِضَى الرَّبِّ
فِي رِضَى الْوَالِدِ
وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
“Dari Abdullah bin Amr
radliallahu `anhuma dari Nabi shallallaahu `alaihi wa sallam, beliau bersabda:
"Ridho Allah terdapat pada ridho orang tua, dan murka Allah juga terdapat
pada murkanya orang tua." (HR. Tirmidzi)
Selanjutnya, orang yang perlu kita jabat hati dan tangannya atau sambung silaturrahmi adalah para
kerabat, tetangga dan guru-guru kita. Mereka-mereka itulah orang-orang mulia di sisi kita, tapi bisa
juga menjadi peluang terdekat untuk kita
berdosa. Jalin silaturrahmi tanpa batas; tanpa membeda-bedakan derajat sosial,
suku, agama, paham keagamaan dan perbedaan pilihan politik.
الله اكبر-الله
اكبر-الله ا كبرولله الحمد
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat I’d
yang Sama Berbahagia
Di akhir khutbah ini, ingin berpesan bahwa ada
dua kunci keselamatan dunia-akhirat, pertama; perbaiki hubungan kita kepada
Allah Swt., dan hubungan kita kepada sesama makhluk (hablun minallah wa
hablun minannas). Sayangi dan
cintai pendududuk bumi Insyaa Allah penghuni langit akan merahmatimu
(menyayangimu). Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,:
اَلرَّاحِمُوْنَ
يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اِرْحَمُوْا مَنْ فِى الْأَرْضِ
يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَآءِ
"Orang-orang yang pengasih akan dikasihani (Tuhan) yang
Maha Pengasih, Maha Suci dan Maha Tinggi (Allah), sayangilah orang yang ada di
muka bumi, niscaya orang yang ada di langit (para Malaikat) akan
mengasihimu.". (Hadits
Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan al Hakim dari Abdullah bin Umar)
Sucikan Hati, Perkuat Silahturrahmi…dan
mari kita Implementasikan Nilai-Nilai Puasa dalam Kehidupan Sehari-hari Insyaa
Allah Hidup kita jadi Tentram dan Damai.
عِبَادَ
اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ
بِتَقْوَى اللهِ فِي هذَا الْعِيْدِ
السَّعِيْدِ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى
طَاعَتِهِ، فَمَنْ أَطَاعَهُ
فََهُوَ سَعِيْدٌ وَمَنْ
أَعْرَضَ وَتَوَلَّى عَنْهُ
فَهُوَ فِي الضَّلاَلِ
الْبَعِيْدِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ
هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ
أَكْبَرُ لآإِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ
الْحَمْدُ . اَلْحَمْدُ ِللهِ
رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ إِلهَ إِلاَّ
هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ،
أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً
لِلْعَالَمِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لآإِلَهَ إِلاَّ
اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
.
اللّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ . فَيَا
عِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوا
اللهَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ
بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ
فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوا
اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا
إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ. قَالَ اللهُ
تَعَالَى: أَعُوْذُ بِاللهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ . يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ
وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون .
وَقَالَ
أَيْضًا: إِنَّ اللَّهَ
وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
أَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اللّهُمَّ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّيْن.
اَللّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ
مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ
سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعَوَاتِ، اللّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً
وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَقَلْبًا
خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا
وَتَوْبَةً نَصُوْحًا.
اللّهُمَّ
أَصْلِحِ الرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ
إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ
آمِنَةً رَخِيَّةً. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّار. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ
اللهِ , إِنَّ اللَّهَ
يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ
وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى
وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرُ، اللهُ
أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
BIOGRAFI
Dr. Muhammad Tang, S.H.I., M.S.I. dilahirkan di Ajakkang Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi-Selatan pada tanggal 12 Desember 1978. Dilahirkan oleh seorang ibu yang hebat bernama Marnawiah dan Ayah yang bijaksana dan memiliki
ketegasan dalam mendidik anaknya bernama Iskandar (Alm). Penulis menempuh pendidikan SDN Ajakkang Timur, I’dadiyah samapai SMA/MA di Pondok
Pesantren DDI Mangkoso Kabupaten Barru (1990-1997), S1 di STAI Al-Furqan
Makassar (1997-2002), dan melanjutkan studi Magister (S2) di UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta (2007-2009), dan Program Doktoral (S3) di Universitas Islam Malang
(UNISMA) (2017-2021).
Penulis adalah Wakil Ketua I (Akademik dan Kelembagaan)
di STAI Al-Furqan Makassar (2015-Sekarang),
dan sebagai dosen pengampuh Telaah Pengembangan Kurikulum pada Prodi
Pendidikan Agama Islam (PAI), (2013-Sekarang).
Dalam pengembangan pendidikan dan pengajaran memiliki pengalaman
mengajar mulai dari tingkat bawah di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Al-Ikhlas
di BTN Minasa Upa Blok G. Kota Makassar (2003-2007, di Tingkat Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Pesantren Pondok Madinah (2003-2007) dan (2014-2017), di Tingkat
SMA/MA Pesantren Modern IMMIM Putra (2011-2017) dan Kepala Sekolah di Tingkat
SMP/MTs di Pesantren IMMIM Putra (2015-2017), sedang di tingkat Perguruan
Tinggi ada beberapa di antaranya; Universitas Muhammadiyah Makassar
(2009-2010), STIE Angkop (2010-2011) dan STIE LIPI Bung (2011-2012), dan
sekarang menjadi dosen tetap Yayasan Pendidikan Ilmu Alqur’an (YPIQ) sejak 2013
sampai sekarang.
Dalam pengembangan penelitian dan penulisan
karya Ilmia telah menulis Skripsi dengan tema, Eksistensi Qawaid Al-Fiqhiyah
Dalam Mereaktualisasi Fiqhi Modern,
dan Tesis, Strategi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi SMA Islam Athirah Kota Makassar,
dan menulis disertasi dengan tema, Pendidikan
Islam Multikultural dan Budaya Sipakatau: Kajian Etnografi dan Perubahan Sosial
di Barang Soppeng Sulawesi-Selatan, Karya berupa buku; Pendidikan
Multikultural Telaah Pemikiran dan Implikasinya dalam Pembelajaran PAI (2009), Kapita Selekta
Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), 2009), pendidikan Islam Multikultural Berbasis
Kearifan Lokal (2021), Budaya Sipakatau dalam Perubahan Sosial: Landasan
Pendidikan Islam Multikultural (2021), dan berupa artikel yang telah
diterbitkan di jurnal internasional maupun di jurnal nasional, Jurnal
internasional: Character Education In Cultural Sipakatau (Philosophy-Sociological
Study In Bugis Communities), The Value Orientation of Multicultural Islamic Education in the
Sipakatau Culture Ethnographic Studies in Social Change, Cultural Diversity in Al-Qur'an Perspective, dan jurnal
nasional; Pengembangan Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) dalam Merespon Era Digital, Kajian
Religius-Historis Pendidikan Islam di Indonesia, Aktualisasi
Nilai-Nilai Islam Nusantara Dalam Mempererat Persatuan dan Kesatuan Bangsa
(Kajian Kritis dan aksiologis), Aksiologi
Ilmu dan Pendidikan, dan Spirit
Pengelolaan Ojek Online terhadap Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam, dan Landasan
Filoshofis Pendidikan: Telaah Pemikiran Socrates, Plato, dan Aristolteles.
Cita-cita
ingin memberikan manfaat seluas-seluasnya kepada manusia tanpa melihat
latar belakang perbedaan suku, ras, agama, bangsa dan negara. Untuk menghubungi penulis di email: muhammadtang.mt78@gmail.com dan Tlp./WA
(08114441978).