sedang viral...

   
sedang viral...

sedang viral...


(Khutbah) Idul Adha Sebagai Simbol "Sipatokkong" | Oleh Muhammad Tang (Waka I)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاتهْ

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، وَلِلهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَرَحْمَتُهُ الْمُهْدَاةُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أما بعد، فَأُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ تَعَالَى: إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ(الكوثر 1-3)

 Kaum muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat Id’ yang Sama Berbahagia

Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah Swt., dengan iradat dan qudrah-Nya sehingga pada hari ini, kita dapat melaksanakan Idul Adha sebagai salah satu ibadah ritual-spritual yang penuh dengan hikmah dan pembelajaran bagi manusia yang beriman dan berpikir. Ibadah yang kita lakukan selama ini; apakah ibadah yang kita lakukan hanya berhenti pada tataran ritual-seremonial atau kita dapat jadikan value (nilai) dalam setiap sendi kehidupan. Oleh karena, setiap syariat yang diturunkan Allah Swt., mengandung dua dimensi, yakni dimensi duniawy dan dimensi ukhrawy yang perlu kita integrasikan dalam kehidupan ini. Gambaran atau contoh teladan yang mampu mengintegrasikan kedua dimensi tersebut ada pada diri Rasulullah Muhammad Saw., manusia yang sangat memuja dan mengagungkan Tuhannya, tapi juga sangat menghormati dan menyayangi sesama makhluk (napakelebbi’i nenenniyah namasei padannan ripantaji). Namun, kita sebagai manusia biasa dalam menjalani kehidupan ini; masih banyak di kalangan kita dalam melaksanakan suatu ibadah kita terjebak atau berhenti pada tataran ritual saja, tapi tidak terjewantahkan pada tataran sendi kehidupan sehari-hari. Pada kesempatan ini, mari kita bedah bersama bahwa Idul Adha adalah sebagai simbol “Sipatokkong”, yakni simbol kemanusian untuk saling menopang dan mengayomi antar sesama. 

الله اكبر-الله اكبر-الله ا كبرولله الحمد

Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat Ii’d Yang Sama Berbahagia

Manusia diciptakan oleh pencipta alam raya ini, sebagai makhluk yang lemahخلق الانسا ن ضعيفا (Qs. ). Tidak ada manusia yang hidup di muka bumi ini tanpa bantuan manusia atau makhluk lainnya. Sehingga manusia disebut sebagai makluk sosial, manusia yang senang berkumpul dan membentuk masyarakat. Sehingga kalau ada manusia yang mau hidup sendiri (individual), tidak memedulikan manusia dan makhluk sekitarnya, maka perlu dipetanyakan martabat keanusiannya. Idul Kurban di syariatkan Allah Swt., untuk mengajarkan kepada umat manusia agar dapat peduli kepada sesamanya. 

Secara historis, atau kronologis terjadinya pelaksanaan kurban diawali penyampaian isyarat Tuhan kepada Nabi Ibrahim a.s., lewat mimpi untuk menyembeli anak si mata wayangnya yang berpuluh-puluh tahun dimintanya, yakni Ismail yang juga diangkat sebagai salah seorang nabi Allah Swt. Kisah atau kronologis tentang perintah Allah Swt. kepada Nabi Ibrahim a.s. untuk mengurbankan anaknya terekam dalam kitab suci al-Qur’an:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ  

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Qs. As-Shaffat (37): 102. 

Secara psikologis jika membaca dan menghayati makna ayat tersebut pasti kita merasa bersedih, orang tua siapa yang rela memotong atau mengurbankan anak yang disayangnya; anak yang diminta-minta; namun setelah tumbuh menggembirakan hati ”mappario-rio” datang perintah untuk memotongnya/dikurbankan. Jika seandainya Ibrahim a.s. bukan nabi, maka kemungkinan besar akan menolak perintah tersebut. Isyarat atau perintah Allah Swt., dalam ayat tersebut memiliki kandungan makna secara sosiologis, bahwa kenapa musti Allah Swt., menyampaikan pesan atau pemberitahuan kepada Nabi Ibrahim a.s. untuk menyembeli anaknya Ismail. Bukankah Allah Swt., pencipta segala makhluk memiliki hak mutlak terhadap makhluknya? Disinilah mengandung makna bahwa seorang pemimpin yang berkuasa bagaimanapun jua harus memiliki sifat tenggang rasa, tidak bersifat semena-mena terhadap rakyatnya; pemerintah yang sudi mendengar jeritan dan suara rakyatnya; pemerintah yang memiliki sifat “Sipatokkong” (membantu rakyatnya mencapai kesejahteraan).  

Kemudian dalam ayat tersebut tergambar bahwa Nabi Ibrahim a.s. napakalebbi’i ana’na Ismail (sangat menghargai anaknya Ismail) dengan meminta pandangan dan persetujuaannya atas perintah Allah Swt., ini adalah bagian sipakatau antara orang tua dan anak. Seorang bapak atau orang tua memiliki hak terhadap anaknya, tapi tidak bisa sewenang-wenang terhadap anaknya, tanpa meminta pendapat sang anak. Seorang guru memiliki hak terhadap peserta didiknya, tapi seorang guru tidak bisa sewenang-sewengan terhadap peserta didiknya tanpa memperhatikan hak peseta didik. Begitupun sebaliknya jika perintah orang tua atau guru itu berdasarkan syariat, maka sang anak atau peserta didik dengan sabar harus melaksanakan perintah tersebut. Dalam ayat tersebut juga terkandung makna, bahwa perlunya kita mematuhi perintah Allah Swt., bagaimanapun beratnya dalam pandangan manusia; dan setelah berusaha maksimal menjalankan perintah Tuhan perlu kita berserah diri (tawakkal) kepada Allah atas segala upaya dan usaha yang sudah dilakukan. Apapun hasilnya kita harus sabar menerima sebagai qadarullah (takdir Allah). 

الله اكبر-الله اكبر-الله ا كبرولله الحمد

Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat Ii’d Yang Sama Berbahagia

Hakikat kurban pada dasarnya adalah untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Hal ini tergambar dalam peristiwa ketika Nabi Ibrahim a.s. akan menyembeli anaknya Ismail, dengan iradat dan kuasa Allah Swt., menggantinya seekor kibas. Peristiwa ini penuh hikmah dan i’tibar buat manusia dalam menjalani kehidupan ini, pertama; laksanakanlah perintah Allah Swt., dengan tulus dan ikhlas, Allah akan menggantinya dengan di luar nalar kamu dan tidak disangka-sangka atas balasan amalnya. Hal ini telah disampaikan Allah Swt., dalam al-Qur’an: 

...مَن كَانَ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا- وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا  

...Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. At-Thalaq (65): 2-3). 

Tergambar dalam potongan ayat tersebut, bahwa spirit iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir hendaknya menjadi landasan atau daya dorong untuk melaksanakan segala upaya dan usaha. Oleh karena hanya dengan spirit iman kepada Allah, kita dapat bekerja dengan ikhlas dan tulus yang dapat menghilangkan dalam diri kita bahwa kita bekerja karena ada pengawasan dari Bos atau atasan, dan atau kita bekerja karena demi jabatan dan menumpuk harta untuk bermegah-megahan. Kehidupan seperti ini Allah telah menegur lewat firman-Nya dalam Qs. At-Takatsur (102): 

أَلۡهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ  

   “ Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur”. Qs. At-Takatsur (102): 1-2). 

Melihat penomena sekarang ini, kehidupan itulah yang melanda manusia modern, karena demi hidup mewah dan bermegah-megahan lahir dalam kamus kehidupan kata “korupsi” yang sepadan dengan makna “pencuri” atau “perampok”. Sebagian manusia tergelincir, melupakan atau hilang kesadarannya bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara. Ada hari akhirat yang bersifat lebih baik abadi dan kekal (QS. Al-A’la (87): 17). Kemudian apabila kita membuka lembaran sejarah bahwa salah satu penyebab runtuhnya para kerajaan Islam (khilafah Islamiyah) adalah karena para raja dan punggawa kerajaan hidup mewah atau bermegah-magehan dan para rakyatnya dibiarkan hidup menderita. Dalam konteks “Sipatokkong” apabila kehidupan seperti ini menghilangkan rasa kasih sayang atau simasei antara makhluk (antara pemerintah dan rakyatnya; antar sesama). Rasulullah Muhammad Saw., mengingatkan lewat sabdanya; 

Rasulullah Saw., bersabda “orang-orang yang memiliki rasa kasih sayang akan dirahmati oleh Tuhan yang Maha Rahman, yang memberikan berkat dan Maha Tinggi. Sayangilah penduduk bumi supaya kamu disayangi oleh penghuni langit”, (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan al-Hakim dari Abdullah bin Umar). Dan di hadits yang lain disebutkan,”barang siapa yang tidak menyayangi penduduk bumi, maka ia tidak disayangi penghuni langit,” (HR. Thabrani, dan disahihkan oleh hafidz as-Suyuti).

الله اكبر-الله اكبر-الله ا كبرولله الحمد

Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat Ii’d Yang Sama Berbahagia

Esensi atau misi utama diutusnya para nabi dan rasul di bumi ini dalam perspektif teologis-sosiologis adalah untuk saling membantu; para Nabi dan Rasul membantu umat manusia agar mengenal dan mengimani Tuhan yang menciptakannya; para Nabi dan Rasul menuntun umatnya agar patuh kepadanya dan kepada ulil amri (pemerintahnya); para Nabi dan Rasul menuntun umatnya agar saling membantu “Sipatokkong” tanpa melihat latar belakang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama. Sipatokkong , yakni “simasei” (menebarkan kasih sayang segala penjurunalam). Hal ini telah dijelaskan Tuhan pencipta manusia dan pengutus para rasul dan nabi yang ditujukan kepada manusia agung Rasulullah Muhammad Saw.,

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ  

     Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Qs. Al-Anbiya (21): 107). 

Hasbi ash-Shiddieqy (2000: 2652) menjelaskan ayat ini bahwa kedatangan Muhammad Saw., dan ajaran yang dibawanya adalah rahmat bagi yang mengikutinya dan orang-orang yang tidak mengikutinya (walaupun tidak langsung); ajaran Muhammad (Islam) yang pertama mengajarkan atau menanamkan benih-benih demokrasi, ajaran yang mengajarkan pentingnya membantu orang-orang yang lemah (faqir), teraniaya, dan mengakui hak-haknya. Di samping itu ajaran yang menyamakan pengikutnya dengan orang lain. 

Penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa rahmat “simasei” sebagai bagian dari budaya “Sipatokkong” bersifat universal, tanpa melihat latar belakang agama, dan status sosial.dalam konteks sekarang ini kita perlu memiliki sifat “ Sipatokkong” saling membantu, pemerintah perlu membantu rakyatnya agar dapat hidup layak-sejahtera; orang yang memiliki ekonomi kuat, perlu membantu ekonomi lemah agar dapat bangkit dan berkembang; rakyat perlu membantu pemerintah dengan melaksanakan kewajiban dan haknya sebagai rakyat; 

 Pelaksanaan kurban dalam membagikan dagingnya hendaknya memperhatikan betul-betul siapa yang layak mendapatkannya tanpa melihat status sosial dan agamanya. Hendaknya kurban ini dijadikan sebagai penghubung rasa kasih sayang (simasei) antar sesama, bukan hanya sebagai ritual atau seremonial belaka tanpa menembus esensi yang terkandung di dalamnya, yakni menjaga dan meninggikan martabat kemanusian; menyentuh langit-langit sifat Ilahiyah “ar-Rahman ar-Rahim”, menebar kasih-sayang di antara makhluk di alam raya ini.  

الله اكبر-الله اكبر-الله ا كبرولله الحمد

Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat Ii’d Yang Sama Berbahagia

Pada hari ini adalah momentum yang sangat indah untuk menebar kasih sayang “simasei” di antara sesama makhluk; manusia yang pertama dan utama untuk merasakan kasih sayang adalah orang tua kita; orang tua adalah “Puang mallino”, seandainya tidak ada Tuhan maka yang wajib disembah adalah orang tua, tingkatan kebaikan setelah Tuhan pencipta kita adalah kedua orang tua. Isyarat ini tergambar dalam firman Allah Swt. sebagai berikut:

۞وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا  

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam

pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Qs. Al-Isra’ (17): 23. 

Seorang anak sangat besar potensinya untuk melakukan kesalahan dan dosa terhadap orang tuanya. Maka pada hari ini tiada yang pertama kita telephon adalah orang tua kita, atau jika kita hidup bersama cium tangannya dan peluklah mereka dan meresapi dalam hati bahwa orang tua saya yang sudah susah payah mengandung, melahirkan, menyusukan, mendidik, dan membesarkan dan sukses seperti aku sekarang ini. Cium dan peluklah ia sebagaimana mereka telah mencium dan memeluk kita pada saat kecil dengan penuh kasih sayang; mereka telah berjuang dengan sepenuh jiwanya untuk anak-anaknya, terkadang tidak memedulikan diri dan jiwanya, tapi apa balasan kita sebagai anak; terkadang kita membalasnya dengan kata-kata kasar dan hardikan; kita yang jauh dari mereka...terkadang kita lalai memikirkan...apakah orang tua saya di sana makan atau tidak....apakah ia punya uang belanja atau tidak...yaa Allah...yaa Rabb...ampunilah hambamu ini yang telah lalai memikirkan dan tidak maksimal berbuat baik kepada orang tua kami.

Selanjutnya, Sebagai suami-istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga tentu mengalami pasang surut, terkadang perahu berlayar dengan damai dan tenang, namun tidak jarang juga diterpa ombak yang dapat menggulingkan perahu, maka pada hari ini adalah momentum yang damai dan menyejukkan hati untuk “simasei” (saling menyayangi) dalam menstabilkan perahu yang sedang berlayar. Pada hari ini jadikanlah momentum untuk berlapang dada, saling menerima kekurangan kita masing-masing, karena tidak ada manusia yang sempurna di muka bumi ini; dan tidak ada manusia yang tidak pernah salah dan khilaf. Dalam konsep al-Qur’an bahwa pasangan suami-istri adalah bagaikan pakaian yang saling menutupi dan melengkapi kekurangan masing-masing;ۡۚ هُنَّ لِبَاسٞ لَّكُمۡ وَأَنتُمۡ لِبَاسٞ لَّهُنَّۗ (mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka, ...Qs. al-Baqarah (2): 187). 

Kemudian yang luntur atau yang bergeser sekarang ini adalah penghormatan dan kasih sayang antara seorang murid terhadap gurunya, ada fenomena sekarang ini di mana hubungan antara murid dan guru hanya terbatas di lingkungan sekolah saja, di luar lingkungan sekolah seakan tidak ada hubungan bahkan terkadang kita lihat sang murid pura-pura tidak kenal gurunya; apalagi di masa pandemi covid-19 di mana pembelajarang sistem during (online) tidak terjadinya interaksi secara langsung sehingga tidak terjalin secara emosional antara seorang guru dengan peserta didik, kurangnya penanaman nilai atau karakter terhadap peserta didik; bahkan yang ironis sudah banyak kasus kita lihat dan dengar bahwa seorang peserta didik bersama orangtuanya rela memenjarakan gurunya, mengajak berkelahi dan bahkan sampai membunuh gurunya; naudzu billahi mindzalik; padahal posisi seorang guru adalah orang kedua setelah orang tua kita. Sehingga dalam pendekatan agama itu jugalah salah satu penyebab kurangnya berkah ilmu terhadap kehidupan sang murid/peserta didik. Maka pada hari ini adalah momentum yang sangat indah untuk bersilaturrahmi kepada sang guru; baik lewat telephon, dan lebih mulia lagi jika dapat bersilaturrahmi langsung. 

Manusia sebagai makhluk sosial, tentu kita hidup bertetangga dan bermasyarakat, karena kesibukan masing-masing sehingga terkadang tidak ada kesempatan untuk saling menyapa, atau terkadang kita tidak sadar bahwa kita telah berbuat salah dan khilaf kepada tetangga kita sebagai saudara yang paling dekat, kita tidak memperhatikan hak-haknya sebagai tetangga, kita terkadang bersifat egois dan idividual, kurang berbagi suka dan duka dengan tetangga. Maka pada hari ini sebagai momentum buat kita untuk saling silahturrahmi dan maaf-maafan untuk membangun harmonisasi antar tetangga. Begitu pentingnya “Sipatokkong” (saling membantu) sebagai manipestasi rasa kasih sayang dan penghargaan kepada sesama; khusunya kepada tetangga pentingnya penghargaan dan penghormatan itu sehingga dikaitkan dengan keimanan kita kepada Allah Swt., dan hari akhirat. 

عَن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرَاً أَو لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، ومَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ واليَومِ الآخِرِ رواه البخاري ومسلم. فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ)  

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya berkata yang baik atau diam, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka mulaikanlah tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka muliakanlah tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mali siparappe’, rebbah sipatokkong, tau sogi’ nenniyah tau kasi’ asi’ siame’amei rilalenna’ decengge’, arungmangkau (raja) sinoreng ra’yaE patokkonggi’ wanuaE, pada rijagai’ mapaccingge’, sipakalebbi’ nenniya sipakaingeki padatta rupa tau, memmuarei naletei pammase’ DewataE. (saling menopang dan mengayomi, orang kaya dan orang miskin saling mengasihi dalam kebaikan, pemerintah dan masyarakat gotong-royong dalam membangun bangsa dan negara, saling menjaga kesucian, saling menghargai dan menasehati semoga menjadi jalan untuk mendapatkan ridha Allah Swt.).

الله اكبر-الله اكبر-الله ا كبرولله الحمد

Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat Ii’d Yang Sama Berbahagia

Demikianlah khutbah yang disampaikan pada hari ini, semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Hikmah yang dapat dipetik dari pelaksanaan ibadah kurban (Idhul Adha) ada dua hal pokok yaitu; bahwa hendaknya ibadah kurban yang kita lakukan menuntun kita semakin dekat kepada Sang Khlalik; yang kedua, bahwa ibadah kurban adalah simbol kemanusian “Sipatokkong ”, untuk saling menopang dalam kebaikan. Dalam sifat “Sipatokkong” terdapat sifat “Simasei” (saling menyayangi) antar sesama tanpa melihat latar belakang agama, budaya, dan status sosial. Sehingga inti ibadah kurban adalah “assidingenna ata’E sibawa PuanggE, tapi Puang mutoi’ Puang’E, ata’ mutoi ata’E. 

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

KHUTBAH II

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

~~~

BIOGRAFI

Dr. Muhammad Tang, S.H.I., M.S.I. dilahirkan di Ajakkang Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi-Selatan pada tanggal 12 Desember 1978. Dilahirkan oleh seorang ibu yang hebat bernama Marnawiah dan Ayah yang bijaksana dan memiliki ketegasan dalam mendidik anaknya bernama Iskandar (Alm). Penulis menempuh pendidikan SDN Ajakkang Timur, I’dadiyah samapai SMA/MA di Pondok Pesantren DDI Mangkoso Kabupaten Barru (1990-1997), S1 di STAI Al-Furqan Makassar (1997-2002), dan melanjutkan studi Magister (S2) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2007-2009), dan Program Doktoral (S3) di Universitas Islam Malang (UNISMA) (2017-2021). 

Penulis adalah Wakil Ketua I (Akademik dan Kelembagaan) di STAI Al-Furqan Makassar (2015-Sekarang), dan sebagai dosen pengampuh Telaah Pengembangan Kurikulum pada Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), (2013-Sekarang). Dalam pengembangan pendidikan dan pengajaran memiliki pengalaman mengajar mulai dari tingkat bawah di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Al-Ikhlas di BTN Minasa Upa Blok G. Kota Makassar (2003-2007, di Tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pesantren Pondok Madinah (2003-2007) dan (2014-2017), di Tingkat SMA/MA Pesantren Modern IMMIM Putra (2011-2017) dan Kepala Sekolah di Tingkat SMP/MTs di Pesantren IMMIM Putra (2015-2017), sedang di tingkat Perguruan Tinggi ada beberapa di antaranya; Universitas Muhammadiyah Makassar (2009-2010), STIE Angkop (2010-2011) dan STIE LIPI Bung (2011-2012), dan sekarang menjadi dosen tetap Yayasan Pendidikan Al-Furqan sejak 2013 sampai sekarang. 

Dalam pengembangan penelitian dan penulisan karya Ilmia telah menulis Skripsi dengan tema, Eksistensi Qawaid Al-Fiqhiyah Dalam Mereaktualisasi Fiqhi Modern, dan Tesis, Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi SMA Islam Athirah Kota Makassar, dan menulis disertasi dengan tema, Pendidikan Islam Multikultural dan Budaya Sipakatau: Kajian Etnografi dan Perubahan Sosial di Barang Soppeng Sulawesi-Selatan, Karya berupa buku; Pendidikan Multikultural Telaah Pemikiran dan Implikasinya dalam Pembelajaran PAI (2009), Kapita Selekta Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), 2009), pendidikan Islam Multikultural Berbasis Kearifan Lokal (2021), Budaya Sipakatau dalam Perubahan Sosial: Landasan Pendidikan Islam Multikultural (2021), dan berupa artikel yang telah diterbitkan di jurnal internasional maupun di jurnal nasional, Jurnal internasional: Character Education In Cultural Sipakatau (Philosophy-Sociological Study In Bugis Communities), The Value Orientation of Multicultural Islamic Education in the Sipakatau Culture Ethnographic Studies in Social Change, Cultural Diversity in Al-Qur'an Perspective, dan jurnal nasional; Pengembangan Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Merespon Era Digital, Kajian Religius-Historis Pendidikan Islam di Indonesia, Aktualisasi Nilai-Nilai Islam Nusantara Dalam Mempererat Persatuan dan Kesatuan Bangsa (Kajian Kritis dan aksiologis), Aksiologi Ilmu dan Pendidikan, dan Spirit Pengelolaan Ojek Online terhadap Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam, dan Landasan Filoshofis Pendidikan: Telaah Pemikiran Socrates, Plato, dan Aristolteles.  

Cita-cita ingin memberikan manfaat seluas-seluasnya kepada manusia tanpa melihat latar belakang perbedaan suku, ras, agama, bangsa dan negara. Ingin membantu negara dan mengembangkan semangat sumberdaya manusia (SDM) unggul menuju Indonesia menjadi negara maju berbasiskan Agama, Pancasila dan Cinta Tanah Air. Untuk menghubungi penulis di email: muhammadtang.mt78@gmail.com dan WA (08114441978). 


  


.


Last update
Add Comment