Ikrar Sumpah Pemuda dalam Bayangan Kegalauan Mahasiswa Semester Akhir

   
Ikrar Sumpah Pemuda dalam Bayangan Kegalauan Mahasiswa Semester Akhir

Ikrar Sumpah Pemuda dalam Bayangan Kegalauan Mahasiswa Semester Akhir



Oleh:
Andriyani
(Mahasiswa Semester Akhir yang Baru Saja Bergelar Sarjana)

~~~
Hasil keputusan kongres pemuda pada 28 Oktober 1928 dengan ejaan lama Van Ophuysen yang menjadi tonggak sejarah awal pergerakan yang dibangun para pemuda di bangsa ini, para pemuda dari berbagai perwakilan organisasi pemuda berkumpul di kongres pemuda lalu menyepakati usulan ikrar sumpah di atas yang dirumuskan oleh Mohammad Yamin sebagai perwakilan dari salah satu organisasi pemuda yang hadir yaitu dari Jong Sumatranen Bond.

Yang sampai hari ini (28/Oktober/2022) diperingati sebagai jalinan persatuan dan penghargaan kepada Pemuda.

Namun, kian hari ikrar sumpah pemuda, kelihatannya semakin tergerus, setidaknya dalam kacamata dan pandangan kedewasaan berpikir di ruang publik jejaring media. Pun dalam hiruk dan skup yang paling mudah; tongkrongan.

Kebebasan berpendapat serta terpenuhinya beragama informasi yang dikonsumsi, menjadi dasar pikir yang rapuh dalam memberikan ekspresi emoji atas sebuah permasalahan sekitar bahkan bangsa.

Mahasiswa pun yang menjadi centre point pergerakan pemuda, kehilangan sayap-sayap kokok yang biasanya mengepak kencang, terlemahi gaya hidup labil atas trend-trend masa kini.

Mau diakui ataupun sekadar dipahami, sebagai perkembangan zaman. Dilain sisi juga pelemehan nalar-nalar tajam dan dalam tak bisa terus dibiarkan.

Saya selaku mahasiswa semester akhir ini, yang sebenarnya sudah sarjana sih, (sisa di Wisuda). #Semoga mantan saya membacanya, bahwa aku bisa tanpa dia. Hahah.

Sebagai mahasiswa tentunya, agak risih dengan diri sendiri. Status kemahasiswaan yang selama ini saya empui, memanglah banyak sedikitnya dikopongi oleh digitalisme (dalam defenisi sebuah insinde).

Bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda, semoganya dapat menjadi ibrah gerakan menanggapi kegalauan-kegalauan mahasiswa semester akhir.

Pada kalimat pertama ikrar sumpah pemuda terdapat pengakuan bertumpah darah. Menjelaskan pertumpahan darah bukan lagi mengangkat senjata, namun apapun objek-objek yang dapat mencederai persatuan bangsa menjadi tanggung jawab seorang mahasiswa, sekarang dan selepas menjadi "masyarakat" yang sesungguhnya.

Kalimat kedua berisi pengakuan berbangsa yang satu, kebangsaan yang satu menjadi ihwal dalam setiap inovasi dan kreasi yang kita produksi nantinya, sebagai produk dari proses keilmuan dan keilmiahan yang panjang tanpa harus terkekang oleh kepentingan-kepentingan gelap antar putra bangsa.

Menjunjung bahasa persatuan, bahasa indonesia.” Begitulah kalimat ketiga pada ikrar sumpah pemuda yang menjadi lingua franca. Bahasa Indonesia tentunya bukan sekadar alat komunikatif akan tetapi menjadi identitas dan martabat. Apapun rasa dan menunya di tengah-tengah masyarakat kita nantinya, tentunya lidahnya tetap lidah Indonesia.

Yang hakikatnya, apapun frase-frase yang menyertai peringatan ikrar-ikrar sumpah pemuda, tetaplah menjadi pemompa dan pendobrak segala kegalauan-kegalauan pemuda. Bahwa pemuda Indonesia tidaklah lembek yang mereka kira.

~Tabik, dari seorang mahasiswi yang baru saja bergelar S. Pd.

___
Penyunting: Tim Al-Furqan Media
©STAI AL-FURQAN INFO







Last update
Add Comment