Mencari Mata Air Inovasi Ditengah Gersangnya Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Bersumber) Al-Quran

   
Mencari Mata Air Inovasi Ditengah Gersangnya Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Bersumber) Al-Quran

Mencari Mata Air Inovasi Ditengah Gersangnya Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Bersumber) Al-Quran

 


Oleh: Dr. Ismail, S. H.I., S. Pd.I., M.A

(Ketua Prodi PAI Pascasarjana STAI Al-Furqan Makassar) 


~~~

Dahulu, ekosistem pengembangan Ilmu Al-Quran--Ulumul Quran, (bukan pengembangan ilmu "sains" bersumber Al-Quran) dalam pusara Tafsir, Qiraat, serta berbagai sub-disiplin sejenis. 


Tak pungkirlah kita ketahui dan memfaktainya, bahwa di Negeri kita, kiyai kiyai kita. Sangat ulung dan mengempui Al-Quran, para Awliya kita sejak klasikal Pondok Pesantren begitu kadim dan kasyaf Al-Quran. 


Maka dalam ranah-ranah keilmuan Ulumul Quran, tak pelak lagi untuk diargumentasi--pengembangannya di Negeri ini. Namun yang masih (menjadi) titik kronis sarjanawan (dalam defenisi sarjana perguruan tinggi Islam) sudah sejauh mana menempatkan dan memposisikan Al-Quran sebagai sumber (soucer systems) pengembangan ilmu pengetahuan?. 


Pengembangan ilmu pengetahuan dalam catatan ini, tentulah dalam lingkup general masing-masing dari sarjanawan kita yang disoroti atau dalam bahasa lebih sederhananya "menihilisi".


Akan tetapi, terlebih dahulu. Ada peta wilayah penyebaran pengembangan ilmu pengetahuan yang bersumber dari Al-Quran yang dilakukan oleh cendekiawan muslim kita;


Pertama, kelompok yang menganggap bahwa sains modern bersifat universal dan netral dan semua sains tersebut dapat diketemukan dalam al-Qur’an. Kelompok ini disebut kelompok Bucaillian, pengikut Maurice Bucaille, seorang ahli bedah Perancis dengan bukunya yang sangat populer, The Bible, the Quran and Science.


Kedua, kelompok yang berusaha untuk memunculkan persemakmuran sains di negara-negara Islam, karena kelompok ini berpendapat, bahwa ketika sains berada dalam masyarakat Islam, maka fungsinya akan termodifikasi sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan cita-cita Islam (lihat Sardar, 1988:167-171). Tokoh-tokoh seperti Ismail Raji Al-Farauqi, Naquib Al-Attas, Abdussalam dan kawan-kawan bisa diklasifikasikan dalam kelompok ini, dengan konsep Islamisasi-nya. 



Ketiga, kelompok yang ingin membangun paradigma baru (epistemologi) Islam, yaitu paradigma pengetahuan dan paradigma perilaku. Paradigma pengetahuan memusatkan perhatian pada prinsip, konsep dan nilai utama Islam yang menyangkut pencarian bidang tertentu; dan paradigma perilaku menentukan batasan-batasan etika di mana para ilmuwan dapat dengan bebas bekerja (Sardar, 1988:102). Paradigma ini berangkat dari al-Qur’an, bukan berakhir dengan al-Qur’an sebagaimana yang diterapkan oleh Bucaillisme (lihat, Sardar:169). Kelompok ini diwakili oleh Fazlurrahman, Ziauddin Sardar dan kawan-kawan.


Kelompok ketigalah yang sangat memerlukan tenggang eksistensi di gerakan-gerakan pengembangan ilmu pengetahuan sarjana di masa matang ini pun ditengah kegersangannya. 


Walau terdapat perdebatan--perbedaan antar ilmuan muslim, mengenai pose dan prestise Al-Quran sebagai sumber pengembangan Ilmu Pengetahuan (dalam sisi teori- teori sains karena selalu beruba-ubah sesuai perubahan iklim dan socio masayarakat) yang ketakutannya paling puncak dapat mengancam keberadaan berkah Al-Quran (sebagai rahmat dan mukjizat). 


Terlepas sesengit-sengitnya perdebatan tersebut. Al-Quran sangat care dan friendly terhadap ilmu pengetahuan. Awam dikenal (QS . Al-Alaq: 1-5), ihwal "bacaan", "membaca", dan "qalam". Pun dalam penyelaman nash-nash dialeknya seperti;


kata 'ilm dan kata jadinya disebutkan kurang lebih mencapai 800 kali. Al-Qardhawi dalam penelitiannya terhadap kitab Al-Mu'jam al-Mufahras li al-fazh al-Qur'an al-Karim (lihat Fuad Abdul Baqi, tt.:469-481) melaporkan, bahwa kata 'ilm (ilmu) dalam al-Qur'an baik dalam bentuk yang definitif ( ma'rifat ) maupun indefinitif ( nakirah ) terdapat 80 kali, sedangkan kata yang berkait dengan itu seperti kata 'allama (mengajarkan), ya'lamun (mereka menegetahui), 'alim (sangat tahu) dan seterusnya, disebutkan beratus-ratus kali. Kata 'aql(akal) tidak terdapat dalam bentuk nomina, kata benda ( mashdar ), tetapi yang ada adalah kata al-albab sebanyak 16 kali. Dan kata al-nuha sebanyak 2 kali. Adapun kata yang berasal dari kata 'aql itu sendiri dibuka 49. Kata fiqh (paham) muncul sebanyak 2 kali, kata hikmah (ilmu, filsafat) 20 kali, dan kata burhan (argumentasi) sebanyak 20 kali. Belum termasuk kata-kata yang berkaitan dengan 'ilm atau fikr seperti kata unzuru (perhatikan, amatilah, lihatlah), yanzhurun ​​(mereka memperhatikan, mengamati dan seterusnya) (Al-Qardhawi, 1986:1-2).


Hadis-hadis juga jauh menelaahnya. semuanya penuh dengan kata-kata 'ilm tersebut. Dalam kitab al-Jami' al-Shahih karya Al-Bukhari kita dapati 102 hadis. Dalam Shahhih Muslim dan yang lain seperti a l-Muwatha', Sunan al-Tirmizi, Sunan Abu Daud, al-Nasai, Ibn Majah terdapat pula bab ilmu. Belum lagi kitab-kitab yang lain, misalnya Al-Faturrabbani yang memuat sebanyak 81 hadis tentang ilmu, Majma' az-Zawaid memuat 84 halaman, al-Mustadrak karya An-Naisaburi memuat 44 halaman, al-Targhib wa 'l-Tarhib karya Al -Wundziri memuat 130 hadis sedangkan kitab Jam' al Fawaid Min Jami' al-Ushul wa Majma' al -Zawaid karya Sulaiman memuat 154 hadis tentang ilmu tersebut (Al-Qardhawi, 1986, lihat juga Weinsink , al-Mu'jam al-Mufahras li alfazh al-Hadits al-Nabawi, Leiden, 1962: 312-339).


Pencarian mata air inovasi nan sejuk sekitaran kegersangan pengembangan ilmu pengetahuan melalui isyarat, sinyal, serta sugesti Qur'an tampaknya telah sangat terang kita pahami, yang tersisa tinggal aksiologi kita mengaminkannya dalam perlabuan keilmuan sarjana kita. 


Maka seyogyanya, siapapun itu yang "minum" dan "makan" dalam rumah tangga perguruan tinggi, lakukan dan dukunglah terus kerja-kerja progresif pengembangan ilmu pengetahuan (bersumber) Al-Quran. Sebagai tanggung jawab keridhaan Tuhan, atas akal dan qalbu yang diberikan. 


Tutup catatan saya mengutip testimoni dari salah seorang filosof Perancis yang bernama Al-Kiss Luazon menegaskan: “al-Qur'an adalah kitab suci, tidak ada satu pun masalah ilmiah yang tidak terkuak di zaman modern ini yang bertentangan dengan dasar-dasar Islam”. Dr. Reney Ginon --setelah masuk Islam kemudian berganti nama, Abdul Wahid Yahya-- juga bercerita:


 “Setelah saya mempelajari secara serius ayat-ayat al-Qur'an dari kecil yang terkait dengan ilmu pengetahuan alam dan medis, saya menemukan ayat-ayat al-Qur'an yang relevan dan kompatibel dengan ilmu pengetahuan modern. Saya masuk Islam karena saya yakin bahwa Muhammad saw. datang ke dunia ini dengan membawa kebenaran yang nyata, seribu tahun jauh sebelum ada guru umat manusia ini”. ia menegaskan: “Seandainya para pakar dan ilmuwan dunia itu mau membandingkan ayat-ayat al-Qur'an secara serius yang terkait dengan apa yang mereka pelajari, seperti yang saya lakukan, pasti mereka akan berpikir selanjutnya tanpa --jika memang berpikir objektif -- katanya” (Abdul Muta'al, La Nuskha fi al-Qur'an , Kairo, Maktabah al-Wahbiyyah, 1980 h. 8).


_Tabik dari Dosen STAI Al-Furqan Makassar yang merindui sarjanawan Al-Furqan menelurkan pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan. 


~~~

Editor: Tim Al-Furqan Media

©STAI AL-FURQAN INFO



Last update
Add Comment